Henry Samosir Ketua Umum LPM-PJK (Lembaga Pemerhati Masyarakat-Peduli Jasa Kontruksi). |
SKP =KP–P
KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan
(untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang dikerjakan.
N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
SKP untuk menghitung kontrak yang akan dikerjakan dalam waktu bersamaan, yaitu usaha kecil hanya boleh melaksanakan kontrak dalam waktu bersamaan sebanyak 5 paket dan usaha non kecil sebanyak 6 atau 1,2N, bukan penawaran yang masuk bersamaan, bukan tanggal tanda tangan kontrak secara bersamaan.
SKP dihitung atau dievaluasi dalam tender, penyedia yang tidak menyampaikan informasi dengan benar akan digugurkan dan atau akan didaftar hitam.
Bagaimana di pengadaan pekerjaan konstruksi untuk penggunaan peralatan yang sama atau personel yang sama di waktu pelaksanaan kontrak yang sama atau adanya overlap waktu yang sama.
Dalam hal peserta mengikuti tender beberapa paket pekerjaan konstruksi dalam waktu penetapan pemenang bersamaan dan/atau sedang melaksanakan pekerjaan konstruksi lain/yang sedang berjalan, maka pabila menawarkan peralatan yang sama untuk beberapa tender yang diikuti dan dalam evaluasi memenuhi persyaratan pada masing-masing tender, maka hanya dapat ditetapkan sebagai pemenang pada 1 (satu) tender paket pekerjaan setelah dilakukan klarifikasi untuk menentukan peralatan tersebut akan ditempatkan, sedangkan untuk tender lainnya dinyatakan peralatan tidak ada dan dinyatakan gugur,
Apabila peserta menawarkan peralatan yang sama pada paket pekerjaan lain/yang sedang berjalan, maka hanya dapat ditetapkan sebagai pemenang, apabila setelah dilakukan klarifikasi peralatan tersebut tidak terikat pada paket lain;
Ketentuan hanya dapat ditetapkan sebagai pemenang pada 1 (satu) paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, dikecualikan dengan syarat:
waktu penggunaan alat tidak tumpang tindih (overlap);
ada peralatan cadangan yang diusulkan dalam Dokumen Penawaran yang memenuhi syarat;
lokasi peralatan yang berdekatan dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat digunakan sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan, atau kapasitas dan produktivitas peralatan secara teknis dapat menyelesaikan lebih dari 1 (satu) paket pekerjaan;
Apabila menawarkan personel yang sama untuk beberapa tender yang diikuti dan dalam evaluasi memenuhi persyaratan pada masing-masing tender, maka hanya dapat ditetapkan sebagai pemenang pada 1 (satu) tender paket pekerjaan setelah dilakukan klarifikasi untuk menentukan personel tersebut akan ditempatkan, sedangkan untuk tender lainnya dinyatakan personel tidak ada dan dinyatakan gugur;
Apabila peserta menawarkan personel manajerial yang sedang bekerja pada paket pekerjaan lain/yang sedang berjalan, maka hanya dapat ditetapkan sebagai pemenang, apabila setelah dilakukan klarifikasi personel tersebut sudah tidak terikat pada paket lain;
Ketentuan hanya dapat ditetapkan sebagai pemenang pada 1 (satu) paket pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada huruf d dan huruf e, dikecualikan dengan syarat:
Personel yang diusulkan penugasannya sebagai Kepala Proyek/General Superintendent (GS) dengan ketentuan maksimal 3 (tiga) paket bersamaan;
Jadwal penugasan personel tidak tumpang tindih (overlap) dengan kegiatan lain berdasarkan jadwal pelaksanaan pekerjaan atau jadwal penugasan; atau
Terdapat personel cadangan yang diusulkan dalam Dokumen Penawaran yang memenuhi syarat.
Sanksi Bagi Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang Berbuat Curang penyedia barang dan jasa (vendor) akan dikenakan sanksi dan hukuman apabila melakukan kecurangan, baik untuk pengadaan pihak swasta ataupun BUMN dan Lembaga Negara lainnya?
Vendor atau penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Untuk itu kami berasumsi bahwa kecurangan dilakukan dalam bentuk menyampaikan informasi yang tidak benar dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa ke pemerintah.
Dalam melakukan kegiatan pengadaan barang atau jasa, perbuatan atau tindakan penyedia barang atau jasa yang dikenakan sanksi di antaranya adalah membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan dan berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.
Perbuatan yang dilarang tersebut dapat dikenakan sanksi berupa:
a. sanksi administratif
b. sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam
c. gugatan secara perdata
d. pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini,
Ulasan:
Untuk menyederhanakan, dapat di asumsikan bahwa penyediaan barang dan jasa yang di maksud adalah penyediaan barang dan jasa untuk pemerintah saja.
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Kami akan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 54/2010”) sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 35/2011”) kemudian diubah untuk kedua kalinya oleh Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 70/2012”) kemudian diubah lagi oleh Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 172/2014”) dan terkahir kali diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 4/2015”).
Menurut Pasal 1 angka 1 Perpres 4/2015, pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Vendor atau penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.[1]
Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:[2]
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha;
memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa;
memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak.
ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut, memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil, memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa,
khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank,
khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut:
SKP = KP - P
KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan
untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang dikerjakan.
N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir;
tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir, secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak, tidak masuk dalam Daftar Hitam, dan memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman, dan menandatangani Pakta Integritas.
Perbuatan yang Dilarang Bagi Penyedia Barang atau Jasa adalah Kecurangan berasal dari kata “curang” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti: berlaku tidak jujur; memiliki sifat tidak lurus hati; tidak adil.
Terkait dengan mengenai kecurangan yang dilakukan oleh penyedia barang atau jasa tersebut, kami berasumsi bahwa kecurangan tersebut dilakukan dalam bentuk menyampaikan informasi yang tidak benar dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa ke pemerintah.
Dalam melakukan kegiatan pengadaan barang atau jasa, perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dikenakan sanksi yaitu:
berusaha mempengaruhi Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (“ULP”)/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang undangan, dan
melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur Harga Penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain, membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan, mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran atau mengundurkan diri dari pelaksanaan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan atau tidak dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan,
tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak secara bertanggung jawab dan berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan adanya ketidak sesuaian dalam penggunaan Barang dan Jasa produksi dalam negeri.
Jenis Sanksi yang Dapat Diberikan
Perbuatan yang dilarang tersebut dapat dikenakan sanksi berupa:
sanksi administratif, sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam, gugatan secara perdata; dan/atau
pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang.
Pemberian sanksi administratif, dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (“PPK”) /Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan. Kemudian pemberian sanksi sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam, dilakukan oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuada Pengguna Anggaran (KPA) setelah mendapat masukan dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan. Ketentuan mengenai sanksi berupa gugatan secara perdata dan/atau pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Apabila ditemukan penipuan atau pemalsuan atas informasi yang disampaikan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon pemenang, dimasukkan dalam Daftar Hitam, dan jaminan Pengadaan Barang/Jasa dicairkan dan disetorkan ke kas Negara/daerah.
Apabila terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa, ULP:
dikenakan sanksi administrasi;
dituntut ganti rugi; dan/atau
dilaporkan secara pidana.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kemudian diubah untuk kedua kalinya oleh Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kemudian diubah lagi oleh Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan terkahir kali diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.