PEWARNA PUBLIK SURABAYA, - Kongres Advokat Indonesia (KAI) DPD Jawa Timur gelar Halal bihalal dan Diskusi Nasional dengan tema "Batas Kewenangan Advokat Terkait Obstruction of Justice Dalam Penegakan Hukum" dengan Sub tema "Qou Vadis Perlindungan Hukum Bagi Advokat Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Klien, Sabtu 13 Mei 2023. di Hotel Movenpick Surabaya
Tampak Hadir Ketua DPD KAI Jatim Adv. Dr. Rizal Haliman SH., MH., CIL. Vice Presiden DPP KAI Adv. Dr. KP. H. Heru S Notonegoro SH., MH., CIL,. CRA. dan Guru Besar Ubhara Prof Dr Sajiono SH., M.Hum, bersama Adv. Dr. Fredrich Yunadi SH., LLM,. MBA. sebagai narasumber dengan Pematik Adv. Abdul Wahid SH.
Meriahnya acara tersebut juga dihadiri seluruh Anggota KAI (ADVOKAI) Jatim, baik DPD, DPC se-Jawa Timur.
Kepada awak media Adv. Dr. Rizal Haliman SH., MH., CIL selaku ketua DPD KAI Jatim mengatakan acara kali ini ada dua sesi, pertama halal bihalal untuk mempererat tali persaudaraan ADVOKAI Jatim menuju Jatim KAI bangkit, Jatim KAI solid, Jatim KAI kuat dan Jatim KAI satu suara.
"Sedangkan acara sesi kedua ialah diskusi nasional bertema "Batasan Kewenangan Advokat" terkait "Obstruction of justice dalam Penegakan Hukum".
Kita ketahui bahwa seorang advokat mempunyai Hak Konstitusi yang diatur secara Atributif artinya Advokat dalam menjalankan profesinya dilindungi oleh Konstitusi Negara Hukum secara Atributif sebagaimana penegak hukum lainnya. Terang Rizal Haliman.
"Maka dalam hal ini harus diketahui oleh para penegak hukum yang lain, bahwa menurut UUD' 1945 Pasal 28 D maupun 28 G, sebagai perlindungan hukum orang atau seorang advokat dalam menjalankan profesi dijamin dan dihormati secara "Konstitusi dan Atributif melalui UU Advokat" jelas ketua DPD KAI JATIM tersebut.
Rizal Haliman sapaan karibnya memaparkan, bahkan dalam UU Advokat tersebut ada Hak Atributif sebagai Hak Imunitas yang terjadi tidak hanya pada Pasal 16 sebagai perlindungan hukum dalam menjalankan profesi advokat.
"Namun demikian semua hak-hak konstitusi dan atributif tersebut harus berdasarkan pada ketentuan Kode Etik Profesi dan Peraturan perundang - undangan. Jadi sepanjang advokat ini menjalankan tugasnya berdasarkan kewenangan dan kode etik profesi serta peraturan perundang-undangan yang sudah ditentukan maka Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam mejalankan profesi dan patut dilindung dalam menjalankan sistem penegakan hukum yang berlaku," kata, Rizal Haliman.
Rizal Haliman menjelaskan, bilamana ada penegak hukum yang lain dengan sengaja menerobos terhadap hak konstitusi dan atributif perlindungan hukum bagi profesi advokat, secara sewenang-wenang, mencampur adukkan wewenang, serta diluar kewenangannya, hal itu adalah suatu Perbuatan yang Melanggar Hukum *(Onrechtmatige Overheidsdaad)*
"Sedangkan terkait dengan Obstruction Of Justice pada ketentuan Pasal 221 KUHP dan Pasal 21 UU Tipikor bilamana dinyatakan oleh seorang penegak hukum lain merupakan Delik formil itu jelas tidak benar, karena pada ketentuan subtansi Pasal tersebut itu jelas Delik Material yang patut dibuktikan terlebih dahulu perbuatan pidana nya dan jika itu terjadi pada seorang advokat dianggap menghalang - halangi itu harus bisa dibuktikan," lebih dahulu apakah advokat melanggar kode etik dan melanggar peraturan perundang-undangan (hukum). Apa dan kapan menghalang - halangi suatu penyidikan penuntutan baik di luar persidangan maupun dalam persidangan itu, apa melanggar kode etik atau telah melanggar ketentuan hukum ? harus dibuktikan dulu.
"Jadi Pasal tersebut bukan delik formil yang selesai begitu saja, akan tetapi harus dalam pembuktian terlebih dahulu dengan penggunaan alat bukti yang sah sesuai aturan dalam ketentuan UU.
Bilamana menggunakan alat bukti yang diperoleh secara tidak sah, misalnya melakukan sita dan melakukan penyadapan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 19 UU Advokat , maka dapat dinyatakan pengguna alat bukti melakukan perbuatan melawan dan melanggar hak perlindungan hukum bagi advokat. Hal ini dapat digunakan untuk melakukan gugatan Onrechmatige Overheidsdaad (ood).
Disinggung terkait apakah advokat jika melanggar undang - undang juga bisa dipidanakan,,? dengan tegas Rizal Haliman mengatakan, seorang advokat dalam menjalankan profesi itu jika melanggar kode etik profesi dan peraturan perundang - undangan itu bisa di pidanakan.
"Tapi ada suatu hal yang perlu diketahui, bahwa advokat itu tidak identik dengan kliennya, artinya apa dalam pemberian surat kuasa dari Klien itu merupakan Surat Kuasa yang bersifat Mandataris jadi pemberian wewenang itu adalah sebatas mewakili, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa jadi pertanggungjawaban hukum nya tetap pada pemberi kuasa, tutur Rizal Halima, kepada wartawan, pada Sabtu (13/05/2023).
Sementara itu masih Rizal Haliman,
"Jadi Advokat tidak identik dengan kliennya, Karena pemberian surat kuasa pada penerima kuasa itu bersifat mandataris sesuai diatur di peraturan KHUPerdata karena surat kuasa itu bersifat perikatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian surat kuasa.
Rizal Haliman menambahkan, perlu diingat betul-betul oleh penegak hukum yang lain, jadi jangan coba-coba melanggar ketentuan hukum dalam UU Advokat, hal ini pasti akan dibuktikan oleh seorang advokat melakukan gugat perbuatan melawan hukum (ood) bila terdapat tindakan atau perbuatan melanggar hukum.
"Advokat itu tidak mudah di kriminalisasi sepanjang dia dalam menjalankan profesinya tidak melanggar kode etik dan melakukan perbuatan melanggar hukum, itu tidak bisa dianggap sebagai satu penghalang - halangi. Karena hak atributif yang tercantum dalam UU Advokat melekat pada profesi tersebut dan Advokat itu berhak melindungi kliennya," selama dalam koridor kode etik dan menjalankan peraturan per-uu pungkasnya.
Diakhir sesi diskusi Adanya Pertanyaan bagaimana solusinya jika terjadi kriminalisasi terhadap advokat.
Vice Presiden DPP KAI Adv. Dr. KP. H. Heru S Notonegoro SH.,MH.,CIL,.CRA mengatakan caranya ialah dengan membangun jiwa Corsa Advokat Bersatu untuk melakukan perlawanan untuk Penegakan Hukum dengan melakukan upaya hukum baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, karena ini Negara Hukum dan bukan negara kekuasaan.