Opini Budaya
Oleh : Bejo
Budayawan
Tedhak siten, merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia tujuh bulan, Budaya ini juga dikenal juga sebagai upacara turun tanah.
Sebut saja, pasangan Yongky dan Silma. Warga Desa Kemuning, Kecamatan Tarik, Sidoarjo ini mengadakan selametan untuk putrinya Kirana Wanda Silva yang berusia tujuh bulan.
Jika berasal dari tanah Jawa, budaya ini masih kental untuk dilakukan. Berikut ulasan terkait upacara yang dilangsungkan ketika kecil pertama kali bisa belajar jalan dan menginjak tanah.
Tedhak sinten, diambil dari kata‘Tedhak’ yang berarti turun dan ‘siten'berasal dari kata‘siti' yang berarti tanah. Upacara tedhak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar anak tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Tradisi ini dijalankan saat anak berusia hitungan ke-7 bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran Jawa.
Perlu diketahui juga bahwa hitungan satu bulan dalam pasaran jawa berjumlah 36 hari. Jadi bulan ke-7 kalender Jawa bagi kelahiran si bayi setara dengan 8 bulan kalender masehi.
Bagi para leluhur, adat budaya ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat anak mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah. Dalam istilah jawa disebut tedak siten.
Selain itu juga diiringi doa-doa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak anak sukses menjalani kehidupannya.
Rangkaian acara Tedak siten
Prosesi tedak siten dimulai di pagi hari dengan serangkaian makanan tradisional untuk selamatan. Makanan tradisional tersebut berupa ‘jadah’/’tetel’ tujuh warna.
Makanan ini terbuat dari beras ketan dicampur parutan kelapa muda dan ditumbuk hingga bercampur menjadi satu dan bisa diiris. Beras ketan tersebut diberi pewarna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu.
Jadah ini menjadi simbol kehidupan bagi anak, sedangkan warna-warni yang diaplikasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui si bayi kelak. Penyusunan jadah ini dimulai dari warna hitam hingga ke putih, sebagai simbol bahwa masalah yang berat nantinya ada jalan keluar / titik terang.
Makanan tradisional lainnya yang disediakan untuk acara tedak siten ini berupa tumpeng dan perlengkapannya serta ayam utuh.
Tumpeng sebagai simbol permohanan orang tua agar si bayi kelak menjadi anak yang berguna. Sayur kacang panjang sebagai simbol umur panjang. Sayur kangkung sebagai simbol kesejahteraan. Kecambah sebagai simbol kesuburan, sedangkan ayam adalah simbol kemandirian.
Setelah acara selamatan dengan mengumpulkan para undangan telah dibagikan, rangkaian acara tedak siten dilanjutkan dengan prosesi menapakkan kaki bayi di atas jadah 7 warna.
Selanjutnya adalah prosesi naik tangga. Tangga tradisional yang dibuat dari tebu jenis ‘arjuna’ dengan dihiasi kertas warna-warni. Ritual ini melambangkan harapan agar si bayi memiliki sifat kesatria si Arjuna (tokoh pewayangan yang dikenal bertanggung jawab dan tangguh). Dalam bahasa Jawa ‘tebu’ merupakan kependekan dari ‘antebing kalbu’ yang bermakna kemantaban hati.
Prosesi selanjutnya adalah prosesi di mana bayi dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang telah dihias dengan kertas berwarna warni. Prosesi ini menyimbolkan kelak anak akan dihadapkan pada berbagai macam jenis pekerjaan.
Jika kurungan ayam besar prosesi selanjutnya bisa dilakukan di dalam kurungan. Tetapi seringkali agar anak merasa lebih leluasa, prosesi selanjutnya dilakukan di luar kurungan.
Bayi dihadapkan dengan beberapa barang untuk dipilih seperti cincin/uang, alat tulis, kapas, cermin, buku, dan pensil. Kemudian dibiarkan mengambil salah satu dari barang tersebut. Barang yang dipilihnya merupakan gambaran hobi dan masa depannya kelak.
Selanjutnya Bunda menebarkan beras kuning (beras yang dicampur dengan parutan kunir) yang telah dicampur dengan uang logam untuk di perebutkan oleh undangan anak-anak. Ritual ini dimaksudkan agar anak memiliki sifat dermawan.
Rangkaian prosesi tedak siten diakhiri nndengan memandikan bayi ke dalam air bunga setaman lalu dipakaikan baju baru.
Prosesi pemakaian baju baru inipun dengan menyediakan 7 baju yang pada akhirnya baju ke-7 yang akan dia pakai. Hal ini menyimbolkan pengharapan agar bayi selalu sehat, membawa nama harum bagi keluarga, hidup layak, makmur dan berguna bagi lingkungannya.
Semoga penjabaran tentang ritual tedhak siten ini bisa memperluas pengetahuan tentang nilai-nilai luhur budaya leluhur bagi para generasi penerus.