Opini Politik
Oleh: Andre Vincent Wenas
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF
Maaf nih, kok liputan media sekaliber KompasTV juga sumir amat ya? Perhelatan balapan mobil listriknya tidak terliput lengkap, malah host-nya ngobrol kian kemari sampai habis jam tayangnya. Ah penonton (dari rumah lantaran gak mampu beli karcis) jadi kecewa.
Ada apa sih dengan perhelatan Formula-E di Ancol itu? banyak teman saya – juga yang tadinya pro Formula-E – jadi bertanya-tanya lho. Kok liputan medianya seperti itu? Kebanyakan jadi pada curiga nih, framing apa yang sedang dimainkan media?
Gembar-gembor panitia penyelenggara bilang bahwa tiket sold-out, bahkan pemesannya banyak dari mancanegara via online. Tapi kok tampang-tampang penonton bule (asing) sama sekali tidak tertangkap di layar tayangan. Yang ada sekelebatan liputan penonton ibu-ibu berjilbab dengan keluarga, pakai kacamata hitam, pakai payung juga ada, dan spot kursi-kursi kosong di tribun.
Liputan balapannya pun seperti ogah-ogahan ditayangkan. Ini apa-apaan? Atau pertanyaan lebih spesifik ke pihak media peliput, kalian sebetulnya sedang meliput apa? Apa cuma meliput shuttle-bus yang mondar mandir bawa penonton dari tempat parkir di Kemayoran menuju sirkuit? Kalian sedang membingkai (framing) apa?
Singkat cerita, liputan Formula-E di media lokal-nasional kok melempem? Katanya balapan ini bakal heboh, tapi kenapa “cuma” menayangkan obrolan host-nya sendiri yang itupun terasa diheboh-hebohkan sendiri? Sekali lagi, maaf ya.
Ada sih liputan kedatangan Presiden Jokowi, sebelumnya ada Menparekraf Sandiaga Uno, dan Ketum Partai Demokrat AHY. Lalu setelah itu, host-nya ngobrol lagi ngalor-ngidul. Katanya Presiden mau menyapa penonton? Tapi kok gak kelihatan kegiatan itu? Apakah penontonnya lagi sibuk jajan es mambo atau beli rujak di kios-kios UKM yang katanya dikasih gratis buat mereka jualan?
Sehari sebelum balapan kita disuguhi polemik antara Ahmad Sahroni (Ketua OC Formula-E) dengan Arya Sinulingga (Jubir Kemen BUMN) soal sponsorship BUMN. Sahroni sudah memelas-melas minta BUMN “berpartisipasi” demi “Kepentingan Negara” katanya. Tapi Arya bilang proposal mereka baru masuk sekitar sebulan sebelum acara berlangsung, dan itu – pendeknya – tidaklah professional. Khan BUMN itu perusahan (entitas bisnis), ya mesti ikut kaidah-kaidah bisnis yang wajar dong. BUMN itu memang bukan mesin ATM para petualang parpol.
Alhamdulillah sekarang mobil-mobil balap listrik itu sudah melewati garis finish, sementara penonton yang menyempatkan diri untuk hadir di sana juga dalam keadaan selamat. Tinggallah sekarang panitia dan pemprov memulai event balapan mereka sendiri untuk menyelesaikan laporan pertanggungjawabannya.
Semoga laporan itu bisa dibuat secara komprehensif, dilengkapi bukti transfer commitment-fee yang sampai sekarang belum pernah diperlihatkan, bahkan kepada parlemen. Juga tetek bengek lainnya seperti nasib pohon Mahoni di Monas yang katanya sedang dalam perawatan, entah sakit apa pohon-pohon itu? perawatannya sudah lebih dari setahun, atau hampir dua tahun ya? Jangan-jangan sudah diamputasi dan berubah bentuk sehingga tak dikenali lagi.
Laporan itu seyogianya berisi aktivitas operasional mulai dari persiapan sampai pelaksanaannya secara rinci. Dan semuanya mesti terefleksi juga dalam laporan keuangan, yaitu operational-expenditure (opex) serta capital-expenditure (capex)-nya.
Sehingga nanti BPK (atau BPKP?) bisa memeriksanya dengan teliti serta penuh hikmat kebijaksanaan. Supaya pemprov bisa dengan penuh percaya diri mempertanggungjawabkan di hadapan parlemen dengan sebaik-baiknya (artinya dengan jujur dan transparan).
Sementara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian… manakala diperlukan ya silahkan balapan untuk unjuk prestasi.