PEWARNA PUBLIK SURABAYA, - Ketua Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) Slamet Ade Maulana, memenuhi panggilan penyidik Polrestabes Surabaya, untuk didengar keterangannya dalam kasus laporannya, yang menjadi korban persekusi oknum tokoh agama dan ormas, Senin (06/06/2022).
Korban Ade, didampingi Divisi Advokasi KJJT Feriz, dan kuasa hukumnya, Muhammad Naim, SH, MH, Wawan Teguh Nuswantoro, SH, dan Sugeng Apryanto, SH.
Usai pemeriksaan di hadapan wartawan Muhammad Naim, memberikan pernyataan bahwa kasus persekusi terhadap jurnalis tidak boleh dianggap remeh.
"Namun juga kami sangat menghormati proses hukum yang sudah menjadi laporan polisi resmi,
Tadi penyidik memberi 23 poin pertanyaan yang memang harus dijawab pada klien kami, saudara Ade. Klien kami menjawab tindakan oleh beberapa orang yang diduga melakukan intimidasi, menakut-nakuti dan kekerasan sehingga membuat Ade merasa terancam. Alhamdulillah, proses berjalan dengan lancar," jelas Naim.
Dalam laporan kali ini, penyidik tidak hanya menerapkan pasal 335 dan 310 KUHP. Namun masih akan ditambahkan lagi beberapa pasal terkait ITE penyebaran video tanpa konfirmasi atau sengaja menyebar luaskan baik di grup, dipasang status dengan bahasa penghinaan terhadap seseorang.
"Rencana kami akan kami buat aduan atau laporan terpisah," terang Naim pengacara muda KJJT.
Ditambahkan Naim, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan membuat surat terbuka kepada Kapolri terkait jaminan keselamatan masyarakat yang masih ada rasa ketakutan dan keterutamaan terhadap aksi premanisme yang menimpa seorang jurnalis, kebetulan bernama Ade S Maulana, Ketua KJJT.
"Jurnalis juga masyarakat, di mata hukum sama. Jangan sampai profesi jurnalis ini diinjak-injak dengan praktik premanisme yang tidak intelek dan meresahkan masyarakat. Bukan tidak mungkin menimpa jurnalis lain di Indonesia, jika dibiarkan," pungkasnya.
Dia dan Divisi Advokasi KJJT berharap kasus ini diproses secara profesional dan transparan. Hal itu mengingat bukan tidak mungkin akan menimpa kepada jurnalis lain.
"Kita ini melawan perbuatan premanisme, intimidasi, persekusi dan arogansi. Jika semua tindakan itu dibiarkan justru akan dijadikan pembenar. Apalagi tidak diproses hukum. Oknum tokoh dan ormas yang diduga menjadi pelaku akan merasa negara ini hukum bisa dibeli, dan mereka disebut kebal hukum," pungkasnya.
Humas KJJT